Hukum Shaf Sholat Renggang 1 Meter

Pandemi Covid 19 memunculkan hukum shalat berjarak. Jarak yang umum terjadi yaitu 1 meter dan itu juga dibuat zig zag. Kebijakan ini diambil demi menjaga keamanan dari persebaran virus Covid 19. Dengan jarak 1 Meter tentu untuk ukuran Shaf Shalat menjadi terlalu renggang. Lantas bagaimanakah hukumnya merenggangkan shaf shalat karena alasan menjaga diri.

Dalam kondisi normal, ulama berbeda pendapat tentang hukum merapatkan shaf dalam sholat berjama’ah. Ada yang menyatakan hukumnya wajib. Namun, jumhur (mayoritas) ulama menilainya sebagai mustahabbah, tidak wajib, sunnah mu’akkadah. Jadi kita tegaskan sekali lagi banyak ulama ahli hadits terdahulu mengatakan sunnah muakkadah dan sebagian kecil menyatakan wajib. Inilah pendapat dalam Mazhab Hanafy, Maliky, Syafi’I, dan Hanbaly.

Baca : Bahagia Gus Baha Ketika Merawat Ibundanya

Dari sisi hukum, perkara yang sunnah lebih memberi peluang toleransi dalam pelaksanaannya dibanding perkara yang wajib, sesuai kaidah fiqhiyah:

النفل أوسع من الفرض

“Perkara yang sunnah lebih luas toleransi dan kemudahannya daripada perkara yang fardhu” (Abdur Rahman bin Sholih Abdul Lathif, al-Qowa’id wa Dhowabith al-Fiqhiyah al-Mutadhomminah li at-Taisir, 2/541)

Bahkan bagi ulama yang menilai bahwa merapatkan shaf sebagai perkara yang wajib pun, tetap menilai sah sholat orang yang tidak melakukan kewajiban tersebut. Al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqolany berkata;

وَمَعَ الْقَوْلِ بِأَنَّ التَّسْوِيَةَ وَاجِبَةٌ فَصَلَاةُ مَنْ خَالَفَ وَلَمْ يُسَوِّ صَحِيحَةٌ

“Walaupun berpendapat bahwa hukumnya wajib dalam merapatkan dan meluruskan shaff, namun sholat orang yang tidak melakukan hal tersebut tetap sah.” (Fath al-Bary, 2/210)

Berapa Toleransi Jarak Rapat dan Renggang

وعن أنس رضي اللّه عنه أن رسول اللّه قال: رصوا صفوفكم) أي حتى لا يبقى فيها فرجة ولا خلل (وقاربوا بينها) بأن يكون ما بين كل صفين ثلاثة أذرع تقريباً، فإن بعد صف عما قبله أكثر من ذلك كره لهم وفاتهم فضيلة الجماعة حيث لا عذر من حر أو برد شديد

Artinya, “(Dari sahabat Anas RA, Rasulullah bersabda, ‘Susunlah shaf kalian’) sehingga tidak ada celah dan longgar (dekatkanlah antara keduanya) antara dua shaf kurang lebih berjarak tiga hasta. Jika sebuah shaf berjarak lebih jauh dari itu dari shaf sebelumnya, maka hal itu dimakruh dan luput keutamaan berjamaah sekira tidak ada uzur cuaca panas atau sangat dingin misalnya,” (Ibnu Alan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin, juz VI, halaman 424).

Baca : Guyon Sunarto Ketika Bertemu GusDur

Dari keterangan di atas tentu sudah diketahui jarak untuk barisan depan dan belakang sekitar 3 hasta. Sedangkan ukuran 1 hasta sekitar 60-70cm. Jadi jarak ideal untuk depan belakang tidak lebih dari 180-210 cm. Jadi jika kena standar covid 19 pun sebenarnya tidak terpengaruh untuk ukuran jarak depan belakang.

Berapakah Jarak kiri kanan antar barisan apakah harus menempel?

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ

Diriwayatkan dari Anas dari Nabi SAW beliau bersabda, “Tegakkan shaff shaff kalian karena saya melihat kalian dari belakang pundakku”. Ada salah satu dari menempelkan bahunya dengan bahu temannya. Telapak kakinya dengan telapak kaki temannya.

Dalam konteks hadits tersebut menggunakan ada salah seorang. Menunjukkan hal ini hanya dilakukan oleh sebagian orang saja. Tidak dilakukan oleh seluruh shabahat. Jadi rapat dan lurus bukan berarti harus sampai menempel. Kalau tidak menempel tidak aqimus shufuf. Jika menggambarkan sebagian maka yang lain berarti tidak melakukan hal itu. Berarti sebagian yang lain tidak menempelkan kaki dan bahu.

Dalam bahasa Arab, ahaduna (salah seorang) berbeda dengan ba’dhuna (sebagian dari kita). Jadi pelaku salah seorang sama sekali tidak mencerminkan sebagian shabahat. Jadi ketika ada seseorang yang menempelkan kaki kepada temannya dan temannya juga suka dengan hal ini, lakukanlah. Tetapi jika teman yang lain ternyata tidak berkenan dengan menempelnya kaki, jangan lakukan. Karena hal ini bukanlah kewajiban. Kewajiban seorang makmum itu mengikuti imam bukan mencari kaki teman untuk ditempelkan.

Hukum Shalat Berjamaah tetap Sah

Dalam mazhab Syafi’I diterangkan bahwa posisi makmum yang terpisah dan menyisakan sisi kanan dan kiri ada ruang kosong atau celah hukumnya makruh,( Imam nawawi, Minhajut Thalibin, hal. 40, Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah Qalyubi wa Umairah, Juz 1, 239. Al-‘Allamah as-Syarbiny, Mughny al-Muhtaj 1/493)

Sekalipun ia berdiri sendiri pun, sholat berjamaahnya dihukumi Sah (Imam Nawawi, Raudhotut Tholibin 1/356). Hal ini merujuk kepada hadis riwayat shahabat Abi Bakrah ra dari Nabi SAW.( Hr. al-Bukhari no. 783, Abu Dawud no. 683, An-Nasai 871, dll)
Adapun dalam kondisi ada udzur, maka merenggangkan shaf tidak dianggap makruh (Ibn Hajar al-Haitsami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, 296).

Dengan demikian boleh dilakukan jika terdapat udzur. Dalam hal ini udzur berupa khauf (kekhawatiran) penularan penyakit dan kebutuhan (al-hajah) untuk tindakan pencegahan (preventif) penularan (sad ad-Dzari’ah).

sumber : http://islam.nu.or.id